Seperti biasa setelah maghrib berlalu, saya menyempatkan diri menyelinap keluar kamar, hanya sekedar menikmati dinginnya malam sembari memperhatikan keadaan komplek yang mulai sibuk dengan kegiatan orang-orang yang pulang dari aktifitas pagi mereka. Mas-mas keliling yang menjajakan makanannya untuk menemukan pelanggan yang ingin memanjakan lidah mereka dengan makanan-makanan yang mereka tawarkan, ibu-ibu yang pulang dari menunaikan urusan mereka dengan tuhan, anak-anak yang pergi pengajian, hingga aktifitas-aktifitas lainnya yang tidak terduga.
Lantai dua, tepatnya dibalkon lantai 2 (dua) menjadi tempat favorit bagi saya semenjak datang ditempat ini. Disini saya dapat merasakan kebebasan berfikir, menganalisa, menemukan inspirasi, bahkan kebahagian dari apa yang saya perhatikan. Terkadang saya kerap tertawa sendiri melihat kelucuan yang terjadi. Kedamainan tercipta dengan sendirinya, hiruk pikuk malam jelas terasa. Namun tak mengurangi keinginan saya untuk menikmatinya.
Dari lantai dua, saya berfikir bagaimana komplek yang sangat padat rumah serta penduduknya bisa menjadi komplek yang terkesan individual. Apakah setiap kota besar hidup dengan keluarganya sendri ? Bahagiakah mereka hidup didalam rumah besar yang memiliki pagar seperti penjara ? Tahukah mereka dengan keadaan sekeliling mereka ? Ah, semuanya hanya miskin sosial. Hidup dikota penuh penduduk tapi tak saling mengenal. Bukankan bersatu itu teguh ! Bukankah manusia merupakan makhluk sosial ! Kemana larinya sosial mereka ?.Yah, "Miskin Sosial" adalah kata yang tepat untuk komplek perumahan di salah satu bagian ibukota ini. Mereka hanya mengadalkan kecerdasan intelengsi tapi tak mennggunakan kecerdasan sosialnya. Miris memang dengan keadaan yang berbanding terbalik dengan keadaan di desa-desa. walaupun mereka hidup pas-pasan tapi kebahagiaan tercipta begitu damai.
Lantai dua, inilah tempat saya memahami keadan yang terjadi. Kadang hal lucu juga sering saya temui. Mulai dari pedagang keliling yang menjajakan makanannya dengan suara tidak jelas berteriak menawarkan makanannya. Saya sering tertawa geli, berfikir sadarkah para pedagang tesebut bahwa apa yang diteriaknya tidak jelas ? Berniatkan mereka menjualkan makanannnya ? karena, pernah suatu ketika rekan kostan saya keluar kamar hendak membeli makanan dari pedagang keliling, tetapi sang pedagang sudah sampai di penghujung komplek dengan kecepatan jalannya yang melebihi kecepatan speedy (lah!). yah, ini merupakan hal lucu bagi saya.
Dan dari lantai dua inilah saya terinspirasi membuat tulisan mengenai keadaan disekitar saya. awalnya tulisan ini ditulis tepat dibalkon favorit saya, tapi karena gema adzan isya memanggil saya, mengharuskan saya masuk kedalam kamar, guna menunaikan urusan dengan tuhan saya. Alhasil tulisan ini saya selesaikan dikamar pada hari berikutnya, tapi tetap dilantai dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar