Jika kalian mendengar kata “keluarga”,
mungkin sebagian dari kalian berfikir saudara/sanak family terdekat maupun jauh
yang masih memiliki hubungan darah yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Lain halnya dengan kata keluarga dalam tulisan ini, keluarga disini
bukanlah keluarga yang memiliki bentuk ikatan apapun, melainkan keluarga yang
secara tidak sengaja dirasakan dengan sendirinya. Keluarga yang memiliki latar
budaya yang sangat berbeda dengan saya khususnya dan kami semua umumnya (para
backpeker).
Semua hanya berawal dari niat kami
untuk melakukan perjalanan menuju pulau dewata
atau juga terkenal dengan pulau seribu pura yang sekedar menikmati keindahan salah satu
dari 5 pulau yang ada di Indonesia negri tempat kami lahir (ya kalii). Baiklah
kata “kami” disini adalah 7 mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di kota
kembang yang sedang mengalami masa liburan panjang tapi tidak pulang ke
pangkuan ibu masing-masing (ealah). Kami adalah power ranger yang kelebihan 2
orang mencari kedamaian di negri orang, melepas penat selama perkuliahan
semester satu dan akhirnya mengganggu ketentraman hidupmu, hanya tak mudah
bagiku, lepaskanmu,,,lah kok malah pada nyanyi (efek music tetangga mengganggu
inih, hahahah).
Saya tidak akan menceritakan bagaimana
liburan kami di bali, objek wisata yang kami kunjungi atau hal lainnya yang
berhubungan dengan pariwisata. Saya disini akan berbagi mengenai sebuah makna
keluarga. Keluarga yang baru saya kenal, hanya sekitar 4 hari saja saya masuk
dalam keluarga ini. Singkat bukan ? memang singkat. Tapi saya dan teman-teman
lainnya merasa sudah mengenal cukup lama, bahkan mungkin sebelum kami lahir
(ngaco banget).
Keluarga tersebut adalah keluarga teman
saya eka(nama samaran), dia adalah penduduk bangli di pulau bali. Eka mengetahui
kedatangan kami ke bali, dan dia jugalah yang menjemput kami di terminal damri ntah
apa nama daerahnya saya lupa. Kemudian memboyong kami ke rumahnya dan menawarkan
kepada kami untuk menginap dirumahnya selama tinggal di bali. Sebelumnya di
kota kembang kami sepakat hanya satu hari saja menginap dirumahnya, mengingat
jumlah kami bertujuh, yang tidak sedikit dan akan sangat mengganggu keluarganya
nanti. Tapi ketika kami menyampaikan niat tersebut, eka tidak menyetujuinya dan
tetap meminta kami untuk tinggal dirumahnya, ahirnya dengan berbagai
kesepakatan, jadilah kami menginap dirumah eka selama di bali.
selama di rumah eka, banyak hal yang
saya ketahui dan pelajari, baik dalam hal agama, budaya, adat, bahasa serta hal
lain yang sebelumnya tidak pernah saya temui dan saya ketahui. Keluarga eka
menganut agama hindu, sebagaimana di bali yang mayoritasnya pun beragama hindu.
Tidak banyak yang saya ketahui tentang
agama hindu, karna memang saya sendiri dan teman-teman seperjalanan saya
menganut agama islam, berbeda bukan ? ya tentu saja, tapi ternyata tidak
menjadi benteng antara kami. Keluarganya melakukan ritual sembahyang sesuai
agamanya, dan kami melakukan ibadah sesuai agama kami, tanpa merasa terganggu
satu sama lain. Tapi selama di bali, sedikitnya saya menjadi tahu tentang agama
hindu, bukan berniat mandalami atau pindah agama, tapi hanya sekedar melepas
rasa penasaran saja. Dalam islam, setiap akan memasuki waktu sholat, selalu ada
adzan, bahwa waktu sholat sudah masuk. Ternyata di agama hindu juga seperti
itu. Awalnya karna saya dan teman-teman duduk santai di teras rumah, lalu
tiba-tiba ada suara yang asing bagi kami, kebetulan ada ayah eka disana,
jadilah kami bertanya, beliau menjelaskan bahwa itu jika di islam ada adzan,
maka di agama mereka suara yang kami dengar tersebut merupakan seperti adzan,
panggilan untuk sembahyang.
Di bangli khususnya dan bali umumnya, adat
budaya yang mereka anut cukup kental, mereka tidak terpengaruh dengan turis
asing yang datang ke daerah mereka. Tetap saja, adat istiadat terjaga dengan
baik. Unik bukan ? tentu unik. Dalam hal
rumah (tempat tinggal) saja menurut saya sangat unik. Dimana dalam satu
perkarangan rumah ada banyak rumah dan semua rumah tersebut adalah satu
keluarga sedarah. Berbeda dengan rumah pada umumnya, dimana hanya satu rumah
dalam satu perkarangan, dan tentanggapun kebanyakan orang lain dengan kata lain
bukan keluarga. Pengaturan posisi rumahpun juga di tentukan, seperti pura kecil
harus di bagian timur, rumah yang tertua di bagian ini, dapur di bagian itu,
bale di bagian ini dan hal lainnya di atur sesuai adat mereka.
Dari satu perkarangan rumah inilah,
saya menemukan keluarga baru. Keluarga yang bukan sedarah, sama sekali tidak
memiliki ikatan apapun, tapi pada akhirnya menjadi sebuah keluarga baru. Keluarga
kecil eka hanya ada 4 orang, bapak, ibuk, eka dan adiknya sendiri dwi. Tapi keluarga
ini sangat menyenangkan. Orang tua eka dengan sangat ramah, menerima kami masuk
sesaat kedalam kehidupan mereka. Mereka memperlakukan kami bukan seperti orang
asing, tapi lebih seperti anak mereka sendiri. Oleh karna itu kami dengan
sangat mudah akrab dengan keluarga ini. Selama di rumah eka, kami khususnya
yang cewek, belajar memasak masakan khas bali, dan masakan lainnya. Begitupun
ibuk, beliau juga pernah bertanya bagaimana cara kami memasak makanan yang kami
buat kala itu. Selain itu beliau juga bertukar fikiran mengenai pakaian kebaya,
dan hal lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perempuan pada umumnya.
Kami bersama ibuk,bapak,eka dan
sepupunya romlah
Ada hal unik yang sangat saya sukai
dari ibuk dan bapak,karna hal tersebut selalu menjadi sorotan saya serta teman lainnya, dan itu sangat mengagumkan
menurut saya. Selama dirumah, saya
selalu melihat bapak dan ibuk bekerja sama baik dalam hal apapun tanpa
terkecuali. Saya bahkan harus bilang beliau berdua pasangan paling romantis yang
saya temui. Hal ini kenapa ? karna
selama ibuk memasak, bapak selalu menemani dan membantu ibuk, mereka seolah
melengkapi satu sama lain. Ketika ibu menggoreng, bapak mengulek cabe, memasak
nasi, selain itu ketika ibuk menyetrika pakaian, bapak juga ikut membantu dan
banyak hal lain yang mereka kerjakan berdua. Selain itu kemanapun ibu pergi bapak selalu mengantar ibuk, sedekat
apapun lokasinya. Luar biasa bukan ?
tentu. Pernah sekali kami menggoda ibuk dengan hal tersebut, ibuk tersipu malu
dan menambahkan bahwa tidak bisa jauh-jauh dari bapak, begitupun juga bapak (mendadak bikin kami para cewek jadi iri).
Banyak hal unik lainnya yang saya temui
selama di bali dan bersama keluarga baru dengan budayanya, saya banyak belajar
dari apa yang saya lihat dan apa yang saya dengar. Setiap daerah memiliki
budaya dan karakternya masing-masing, tapi tetap saja kekeluargaan selalu ada
dimana-mana. Masih teringat bagi saya sebelum meninggalkan pulau seribu pura
ini, bagaimana ibu terlihat sedih ketika kami pamit pulang, dan bapak yang
turut mengantarkan kami ke terminal hingga bus tersebut perlahan meninggalkan bangli.
Bukan dengan keluarga eka saja, tapi dengan saudaranya yang lainpun sangat
ramah, bahkan penduduk sekitar pun juga ramah, hal ini ketika kami kepasar membeli
beberapa barang yang akan kami tinggalkan dirumah untuk bapak dan ibuk, penduduk
pasar dengan ramah menyapa kami dan sedikit bercengkrama, bahkan mengira kami
mahasiswa KKN (hahaha) . Tapi nuansa kekeluargaan sangat terasa kala itu. Ternyata
bukan hanya kami yang merasakan itu, keluarga eka juga merasakan hal yang sama,
hal ini kami ketahui ketika eka menceritakan, bahwa ibuk sangat sedih kami
pergi, dan rumah kembali menjadi sepi, hal ini membuat kami menjadi terharu,
karna kami sudah mengganggu keluarganya, namun kami diterima dengan sangat
terbuka.
Bali dengan segala keunikannya, dan keluarga
baru kami di pulau ini, kami bangga telah menjadi bagian dari kalian.
Bali oh bali. Sejuta pelajaran kau dapat darinya... bahkan ilmu hitam kau ajarkan. . . (hitamkan kulitku)
BalasHapushitam itu oleh-oleh dari balinya
HapusBali oh bali. Sejuta pelajaran kau dapat darinya... bahkan ilmu hitam kau ajarkan. . . (hitamkan kulitku)
BalasHapusHitamnya kurang manis
BalasHapusmanis itu gula
Hapus